Politik    Sosial    Budaya    Ekonomi    Wisata    Hiburan    Sepakbola    Kuliner    Film   
Diberdayakan oleh Blogger.
Tampilkan postingan dengan label cagar budaya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cagar budaya. Tampilkan semua postingan

Pengkajian Cagar Budaya

Kabupaten Batang sebentar lagi akan memiliki museum sendiri. Menurut KBBI edisi IV, “Museum adalah gedung yang digunakan sebagai tempat untuk pameran tetap benda-benda yang patut mendapat perhatian umum, seperti peninggalan sejarah, seni, dan ilmu, dan juga tempat menyimpan barang kuno”. Rencana pembangunan museum di Kabupaten Batang dikarenakan Kabupaten Batang banyak ditemukan benda cagar budaya klasik dari abad VII pertengahan akhir yang salah satunya adalah Prasasti Sojomerto.

Perkembangan dari waktu ke waktu banyak benda cagar budaya yang dipindahkan ke Museum Provinsi Jawa Tengah "Ranggawarsita" Semarang. Pemindahan ini adalah dalam rangka menyelamatkan cagar budaya dari kerusakan dan pencurian, serta nilai sejarah yang harus diselamatkan. Jumlah yang sudah dipindahkan ke Museum Ranggawarsita mencapai 130an item. Itu merupakan jumlah cagar budaya terbanyak yang diamankan oleh Museum Ranggawarsita dibandingkan dengan cagar budaya yang ada di kabupaten/kota lainnya.

Batang sejatinya adalah kawasan yang sangat penting bagi perkembangan budaya di Jawa dan Nusantara. Penemuan Prasasti Sojomerto memunculkan teori baru bahwa Syailendra adalah cikal bakal lahirnya raja-raja di tanah Jawa. Ada yang menyebutkan bahwa Batang adalah daerah pertama kali masuknya Hindu-Budha di tanah Jawa yang kemudian menyebarluas ke daerah Dataran Tinggi Dieng, kemudian ada yang ke barat (daerah Gunung Slamet), ke timur (daerah Gunung Ungaran) dibuktikan dengan adanya Candi Gedong Songo, kemudian ke arah selatan di daerah Magelang terbangunnya Candi Borobudur dan sekitarnya, kemudian bersama Rakai Panangkaran membangun Prambanan, kemudian karena terjadi bencana besar meletusnya Gunung Merapi mengharuskan berpindah ke daerah Jawa Timur, kemudian menyebar ke daerah Bali, dan Nusa Tenggara. Rentetan di atas merupakan garis besar alir cerita penyebaran Hindu-Budha yang berawal dari Batang.

Menurut Bapak Suhadi B.S., BA dalam naskah pengantar lambang daerah menyebutkan bahwa berdasarkan Sapta Parwa karya Mohamad Yamin dengan berita Tionghoa yang berhasil dikutip lengkap dengan fragmen petanya, ia menyebutkan bahwa Batang sudah terkenal sejak orang-orang Tionghoa banyak berguru agama Budha ke Sriwijaya. Pada waktu itu Batang sudah dikenal dengan nama Batan sebagai kota pelabuhan sejaman dengan Pemaleng (Pemalang) dan Tema (Demak).

Sangat jarang di daerah pesisir ditemukan banyak cagar budaya klasik. Namun lain di Kabupaten Batang. Di daerah ini banyak sekali ditemukan cagar budaya yang dinilai berbeda dengan penemuan di daerah lain. Cagar budaya yang ditemukan di Batang masih terpengaruh dengan budaya pesisiran. Menurut Bapak Mulyono Yahman cagar budaya di kabupaten Batang dikelompokkan menjadi 9, yaitu :

  • Ganesha 

Ditemukan di desa Rejosari kecamatan Tersono, desa Silurah kecamatan Wonotunggal, dan desa Siguci kecamatan Pecalungan.

  • Kala 

Ditemukan di situs Cepit desa Deles kecamatan Bawang (Arca Klenteng).

  • Yoni

Selengkapnya adalah lingga yoni. Di Kabupaten Batang banyak ditemukan hanya yoni saja. Temuan lengkap terdapat di dukuh Klebut desa Kemiri Barat kecamatan Subah.

  • Nandi 

Nandi di Kabupaten Batang banyak ditemukan dalam keadaan utuh dan bagian-bagiannya saja. Diantaranya ditemukan di desa Rejosari kecamatan Tersono, desa Deles kecamatan Bawang, desa Sibebek kecamatan Bawang dan desa Siguci kecamtan Pecalungan.

  • Arca Sri Vasudara 

Ditemukan di Balekambang, dukuh Kebondalem desa Sidorejo kecamatan Gringsing sekarang disimpan di Museum Ranggawarsita Semarang. Yang menarik dari Arca ini adalah telah memakai batik.

  • Fragmen Karivaradha 

Ditemukan di desa Brokoh kecamatan Wonotunggal. Arca ini sangat langka ditemukan di Indonesia. Perbandingan mengacu pada cerita Karivaradha yang berkembang di India.

  • Prasasti Sojomerto 

Ditemukan di desa Sojomerto kecamatan Reban. Diperkirakan ditulis pada abad VII Masehi. Prasasti ini istimewa karena menggunakan bahasa Melayu Kuno dan keberadaannya di Jawa Tengah. Dalam prasasti ini disebutkan tokoh bernama Dapunta Syailendra. Tokoh ini dipercaya sebagai cikal bakal lahirnya Raja – Raja di Mataram Kuno.

  • Prasasti Wutit 

Ditemukan di dukuh Buntit desa Tumbreb kecamatan Bandar. Menggunakan huruf dan bahasa Jawa Kuno. Diperkirakan ditulis pada abad IX – X Masehi.

  • Kemuncak 

Ditemukan di desa Rejosari kecamatan Tersono dan desa Sibebek kecamatan Bawang. Kemuncak merupakan bagian dari bangunan candi. Letaknya adalah bagian atap paling ujung.

Cagar budaya di Kabupaten Batang memang beberapa sudah dibuatkan kuncup sebagai pelindung cagar budaya, akan tetapi masih banyak cagar budaya yang tersebar yang keberadaannya dikhawatirkan akan mengalami kerusakan dan rentan hilang karena dicuri. Oleh karena itu dibarengi dengan rencana dibangunnya Museum di Kabupaten Batang, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata membentuk tim Pengkaji Cagar Budaya yang terdiri dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Kecamatan, Badan Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, Budayawan dan Sejarawan, dan Pemerhati Budaya dan Sejarah (salah satu pengurus Batang Gallery juga masuk di dalamnya). Pembentukan tim ini dimaksudkan untuk mengkaji cagar budaya yang harus diselamatkan agar tidak rusak dan hilang.

Pengkajian dilakukan pada bulan 28 dan 29 Oktober 2013 di Kecamatan Bawang, Limpung, Tersono, Pecalungan, Reban, Blado.

Pengkajian Arca Klenteng, Deles, Bawang

Pengkajian Arca Klenteng, Deles, Bawang


Pencatatan Administrasi Penemu Cagar Budaya di Sibebek, Bawang


Pengkajian Fragmen Kala di Kantor Camat Limpung

Komunikasi dengan Pemilik Cagar Budaya di Medono, Limpung

Pengkajian Cagar Budaya di Mendono, Limpung

Pengurusan Administrasi dengan SekCam Pecalungan di Kantor Camat Pecalungan

Pengkajian Cagar Budaya di Siguci, Pecalungan

Sekretaris Camat Pecalungan ikut dalam Pengkajian

Pengkajian Cagar Budaya di Siguci Pecalungan.

Perjalanan Menuju Cagar Budaya di Siguci, Pecalungan

Pengkajian Cagar Budaya di Siguci, Pecalungan

Koordinasi dengan Sekretaris Camat Pecalungan

Pengkajian Cagar Budaya di Selokarto, Pecalungan

Pengkajian Cagar Budaya di Adinuso, Reban

Komunikasi dengan pemilik Cagar Budaya di Adinuso, Reban

Komunikasi dengan pemilik Cagar Budaya di Selopajang, Blado

Koordinasi dengan Camat Blado

Koordinasi dengan Camat Blado

Sekarang ini beberapa cagar budaya sudah dipindahkan di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Batang untuk dipersiapkan mengisi Museum yang sedang dipersiapkan untuk dibangun.

Cagar budaya yang memiliki nilai budaya, sejarah, pendidikan, dan agama sangat penting dan perlu dilestarikan untuk dapat dijadikan media pembelajaran perkembangan budaya manusia masa lalu yang tersisa. Perlu diketahui bahwa budaya dan kearifan lokal dapat menjadi tolak ukur majunya daerah. Dan ini sudah dibuktikan di beberapa daerah seperti Magelang, Jogjakarta, Surakarta, Bali, dan beberapa lainnya. Diyakini bahwa semakin tinggi nilai budaya yang ada, semakin tinggi nilai nasionalisme. Karena sejatinya nasional itu terbentuk dari kedaerahan yang erat dengan budayanya masing-masing. Bhineka Tunggal Ika terbentuk atas perbedaan budaya tersebut, karena perbedaan tersebutlah Indonesia menyatu, menyamakan satu tujuan membangun negara. Bisa dibayangkan jikalau budaya mulai luntur dan tidak diperhatikan lagi, Budaya dan Tradisi tak lagi dilirik oleh masyarakat maka Indonesia sejatinya tidak ada lagi.

(Lukman Hadi Lukito, 2014)

Situs Balekambang

Balekambang adalah sebuah tempat di desa Sidorejo kecamatan Gringsing. Balekambang berasal dari kata balai yang berarti tempat dan kambang berarti terapung. Balekambang berarti tempat yang berada di ata air. Balekambang merupakan petirtaan, yaitu tempat pemandian raja. Terdapat tuk mbul (mata air menyembur dari perut bumi). Belum diketahui siapa yang membuat peninggalan cagar budaya ini.

Saat tempat ini ditemukan dan dieksplorasi, ditemukan beberapa arca yang berupa makara dan arca lainnya, dan prasasti. Beberapa arca dan prasasti kemudian dibawa ke Musium Ronggowarsito Semarang untuk diteliti lebih lanjut.

Peninggalan lainnya yang merupakan fragmen bangunan masih ada di kawasan situs Balekambang. Masih dapat dilihat fragmen banunan sejenis batu penusun candi.

Satu tahun kemarin (2012) kawasan ini belum tertata seperti ini. Kawasan ini masih alami berupa rawa - rawa yang rimbun. Fragmen bangunan tidak terlihat karena tertutupi oleh rerumputan rawa. Kini cagar budaya tersebut telah tertata rapi, akan tetapi ini menyalahi aturan ekskavasi situs cagar budaya. Bentuk cagar budaya terancam sulit untuk disusun kembali karena posisi fragmen bangunan yang telah dipindahkan.

Saat dikonfirmasi ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Batang ternyata belum ada pemberitahuan tentang pembersihan dan penyusunan ini. Belum diketahui siapa yang melakukan ini. Yang pasti bukan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Batang.

Saat tim ekspedisi mengunjungi Balekambang, tidak disengaja bertemu dengan rombongan yang mengaku dari padepokan yang berada di Semarang. Mereka memberikan kartu nama atas nama Pengobatan Alternatif Kasim Abdillah. Salah satu dari rombongan menjelaskan bahwa Balekambang ini adalah peninggalan Ki Ageng Gringsing yaitu murid Sunan Kalijaga.

Balekambang dahulu adalah sebuah padepokan. Ciri dari padepokan ajaran Sunan Kalijaga adalah bangunan di atas air dan tuk mbul. Dia mengatakan bahwa rombongannya yang berjumlah 4 orang itu adalah orang yang mewarisi ilmu yang didalami Sunan Kalijaga. Mereka kemudian melakukan ritual semacam torikoh dengan beberapa sesaji seperti kelapa muda dan beberapa batang dupa. Kemudian mandi di tuk mbul yang ada dibawah cor bekas PDAM dibawah pohon besar.

Dalam waktu dekat rombongan tersebut akan mengambil batu warna kuning yang ada di atas susunan fragmen bangunan untuk digunakan di padepokannya di Semarang. Ini menjadi ancaman dikarenakan batu tersebut merupakan cagar budaya yang harus dilindungi.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Batang seharusnya dapat menangani masalah ini karena akan menjadi ancaman hilangnya satu persatu cagar budaya di kabupaten Batang. Sebagai instansi yang menerima nominasi juara di Provinsi Jawa Tengah pendataan cagar budaya di Kabupaten Batang seharusnya mampu melestarikan cagar budaya dengan melibatkan elemen masyarakat.

Fragmen Bangunan yang secara ilegal disusun

Fragmen bangunan masih utuh ditempatnya

Fragmen bangunan di dekat tuk mbul

Fragmen bangunan yang masih nampak reliefnya

Fragmen bangunan yang masih nampak reliefnya

Fragemen bangunan

Fragmen bangunan yang akan diambil padepokan

Fragmen bangunan yang akan diambil padepokan

Fragmen bangunan mirip bagian candi

Fragmen bangunan mirip bagian candi

Fragmen bangunan mirip bagian candi

Fragmen bangunan mirip bagian candi

Fragmen bangunan mirip bagian candi

Fragmen bangunan mirip bagian candi

Fragmen bangunan mirip bagian candi

Papan larangan membuang sampah di kawasan cagar budaya

Fragmen bangunan masih terlihat mengelilingi kolam

Fragmen bangunan masih terlihat mengelilingi kolam

Fragmen bangunan masih terlihat mengelilingi kolam

Fragmen bangunan masih terlihat mengelilingi kolam

Fragmen bangunan masih terlihat mengelilingi kolam

Batas Kawasan Situs

Goa Jepang Poncowati Gringsing

Goa Jepang ini berada di hutan Pancawati yang dikenal oleh para pengguna jalan dengan nama Alas Roban. Pancawati diambilkan dari nama kelompok kera yang dipimpin oleh Anoman. Menurut mitos kelompok kera ini dahulu mendiami hutan yang sekarang bernama Pancawati. 

Alas Roban sendiri sebenarnya terletak di kecamatan Subah dan Tulis. Tepatnya kampung Roban Timur di desa Sengon dan Roban Barat di desa Kedungsegog.

Pancawati berada di dukuh Bunderan desa Plelen kecamatan Gringsing. Tepatnya di sebelah selatan jalur lama yang berkelok - kelok. Goa Jepang Pancawati berada di antara 3 bukit yang dipisahkan sungai kecil. Sungai ini dahulu adalah bekas jalan tank milik Jepang.

Goa Jepang dibangun pada tahun 1942 pada saat pendudukan Jepang di Indonesia. Jepang menerapkan kerja paksa Romusha kepada orang pribumi untuk membangun goa - goa tempat perlindungan dan persembunyian tentara Jepang. Banyak orang pribumi yang tewas saat melaksanakan pembangunan goa ini.

Goa Jepang Pancawati berjumlah 13. 3 buah goa di sebelah bukit timur, 10 goa di sebelah bukit utara, 1 goa diatas tebing di sebelah bukit selatan dan 1 buah goa alam di sebelah bukit barat yang disebut dengan nama Goa Telon. Goa Telon juga pernah digunakan oleh tentara Jepang.

Salah satu bagian dalam goa

Tim ekspedisi mendaki mulut goa yang longsor

Kondisi longsoran tanah goa

Bagian dalam goa

bagian dalam goa

tim dokumenter ekspedisi

kondisi mulut goa yang longsor

kondisi mulut goa yang longsor

daun kemaduan yang beracun

salah satu mulut goa

sungai dahulunya adalah jalan tank

mata air sekitar goa

kadal mesir di goa pengintai

goa pengintai berada di tebing




 
Copyright © 2015 Jalan-Jalan Batang. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Template by Creating Website and CB Blogger